Skip to main content

Posts

Pack (and unpack) These Feelings

Kau tahu apa hal yang paling sulit dari menjadi manusia? Bagiku, hal yang paling menyulitkan adalah punya berbagai perasaan. Marah, sedih, bahagia, kecewa, jijik, jatuh cinta, patah hati. Dari sekian banyak perasaan itu yang paling aku benci adalah jatuh cinta. Aku benci untuk bertemu dengan orang baru, merasa cocok, (tololnya) menjatuhkan hatiku, menghabiskan waktu bersamanya, melakukan banyak hal berdua, lalu jika sudah saatnya berakhir, maka salah satu dari kami harus mengemasi koper perasaan dan hengkang dari relung hati masing-masing. Pergi menjauh, berjarak, pura-pura tidak kenal jika tiba-tiba bertemu di tempat umum. I hate to pack and unpack my feelings. It's like I just arrived at the hotel, unpack my luggage, choose what to wear and what to do, having fun, and when the checkout time arrived, I have to pack all of the joy and leave the hotel. Back to reality. I hate this kind of staycation yet I looove staycation so much. Lalu aku berhenti untuk membawa koper besar tiap ka...
Recent posts

Blooming in Time (I)

 Pada suatu ketika, aku merasa kehilangan diriku sendiri. Aku kehilangan aku. Suamiku tidak kehilangan istrinya. Anakku pun tidak kehilangan ibunya. (Mungkin) ibuku pun tidak kehilangan anak perempuannya. Tapi aku kehilangan aku. Mungkin aku kurang bersyukur, begitu kata orang-orang. Apalagi yang kuharapkan dalam hidup? Kehidupan layak, anak cerdas, suami setia, lingkungan kerja santai tapi gaji tetap ada. Apalagi yang kurang? Namun sekali lagi, sekali pun aku tak hentinya bersyukur dengan apa yang tercurahkan dalam hidupku, aku tetap merasa kehilangan aku. Sekali lagi, aku kehilangan aku. Bukan seperti gembala yang kehilangan asu - kelimpungan menjaga ternaknya. Tidak. Aku kehilangan aku. Dan aku ingin menemukan di mana diriku tercecer. Mungkin terselip di sela-sela halaman novel dewasa yang belum tamat kubaca. Di sudut kamar bersama debu-debu yang luput tersapu. Di dinding kamar mandi yang belum kugosok lagi. Aku ingin menemukan aku yang hilang. Sebelum ingatan tentangku juga kia...

[Review] Mengupas Metafora Dua Garis Biru

Sudah lebih dari seminggu sejak saya menonton film ini. Tetapi rasa terombang-ambing dalam pikiran, kekalutan, dan kesedihan itu masih nyata adanya. Saya menonton film ini bertiga berdua, dengan suami saya. Saya nggak nangis mewek sampai mata bengkak di dalam bioskop, tapi hati saya masih pilu sampai saat ini. Awalnya saya pun tidak ingin menuliskan review film ini karena sudah banyak sekali yang menuliskan, bahkan lebih apik dari tulisan saya. Jadi biar lah tulisan ini saya tujukan untuk diri saya sendiri saja. - Metafora yang Tak Berkesudahan Pasti teman-teman sudah tahu bahwa film ini bertabur metafora dari awal sampai akhir yang sudah diulas di berbagai review dan spoiler film ini. Kerang, stroberi, ondel-ondel biru adalah beberapa hal yang kerap diulas. Kali ini saya tidak akan mengulas metafora itu, karena saya cukup setuju dan mengaminkan saja yang telah diulas orang lain. Kali ini saya akan mengulas mengenai epilog dari film ini. Seperti yang sudah kita lihat (atau ba...

Tentang Kereta

Dari semua moda transportasi yang pernah kunaiki, hanya kereta yang berkesan bagiku. Kereta tidak seperti mobil yang bisa berhenti berjam-jam lamanya di lampu merah. Kereta juga tidak sama dengan pesawat, meski lebih lambat kau akan melihat pemandangan indah dari dekat. Aku rindu kereta dan rumahnya, stasiun. Riuh rendah petugas kereta mengumumkan kereta mana yang akan sampai dan kereta mana yang akan pergi. Setiap stasiun punya cerita sendiri-sendiri. Ada yang hanya sebagai persinggahan, ada pula yang sebagai pemberhentian terakhir. Ada yang dilintasi kereta jarak jauh, ada pula yang menjadi tempat naik turun penumpang krl. Ah, krl yang punya banyak sekali cerita namun tak sombong untuk membaginya. Cerita bapak dan anak perempuannya selepas berkeliling museum di hari Minggu. Cerita seorang ibu dan anaknya yang masih balita pulang ke Bogor di hari Jumat sore. Atau ibu-ibu yang membawa barang banyak sekali dari Tanah Abang. Ada juga cerita tentang perempuan yang hampir terjepit pin...

[Review] Posesif; dan Posesifitas Kita

Mungkin review film ini lumayan telat ya, karena film ini sudah tiga minggu nangkring di bioskop. Dan udah dapet tiga piala citra! Dua darinya untuk aktris dan pemeran pendukung pria, sementara yang satunya untuk sutradara. Niat nontonnya udah lama, cuma baru ada duit kesempatan kemarin huhu. Disclaimer lagi ya, review  film ini murni datang dari bangku penonton. Bukan dari kacamata kritikus film maupun ahli psikologi yang membantah premis-premis dalam film ini. - Baik, kita mulai dari alasanku menonton film ini di bioskop. Awalnya, aku tahu keberadaan film ini dari iklan trailernya yang wara-wiri di homepage  Youtube ku. First impression setelah nonton trailer -nya, adalah soundtrack -nya bagus, hehehe. Selain itu juga silver line  ceritanya boleh juga. Maka, jadilah hari Kamis yang berbahagia itu aku nonton sendirian di bioskop. Jujur saja, aku adalah penonton yang malas menonton film remaja di bioskop. Alasannya sederhana, aku merasa bahwa inti cerita fi...

Mau Kemana Kita?

Welcome to the jungle and enjoy the real life! Begitu kata orang-orang yang diucapkan saat wisuda kemarin. Jujur, waktu itu aku berpikir bahwa ' jungle ' yang dimaksud adalah dunia kerja yang segalanya gelap gulita karena pergi pagi pulang dini hari. Ya, intinya dunia kerja lah. Tapi setelah menjalani kehidupan paskawisuda, ternyata ' jungle ' itu tidak lain adalah pertanyaan-pertanyaan macam "Habis ini mau ke mana?" atau "Kamu daftar ke PT X ngga?" atau " Kowe sidane daftar kementerian endi ?" atau pertanyaan lain semacam itu. Rasanya kok setelah kuliah kita tidak punya tempat bernaung. Lucky me, and my  angkatan, tahun ini pemerintah membuka lapangan kerja di 63 instansi (gelombang 1 dan 2) sekaligus. Pemerintah sepertinya sedang membuka kran air dan disemprotkan kepada seluruh rakyat yang kekeringan. Jika menelisik lebih dalam lagi, apa motif pemerintah yang membiarkan rakyatnya kekeringan hingga penghujung 2017? Ingat ya, 2 tahun...

Staf Peneliti, Toko Bunga, dan Skripsi

"Mas, aku mau daftar ini deh, hehe untuk mengisi waktu luang kalau kamu tinggal ke Ausi" Waktu itu bulan Januari, aku nge- share  postingan di Line tentang lowongan jadi staf peneliti di suatu pusat studi di univ sebelah. Kebetulan waktu itu juga udah mau ditinggal Mas Faiz yang bulan Februari berangkat ke Australia buat sekolah lagi. Terus karena selama ini aku sangat tergantung sama Mas Faiz (maksudnya apa-apa sama Mas Faiz) daripada aku jobless  mending aku cari-cari kesibukan. "Tapi itu kan pusat studi HTN, kamu kan perdata" Yash. Kebetulan pusat studi yang mau aku lamar (cie) itu adalah pusat studi hukum konstitusi, yang mana berbeda 180 derajat sama konsentrasi waktu kuliah. Waktu itu ya mau iseng-iseng aja gitu nyoba daftar. Kalau keterima ya alhamdulillah, kalau nggak ya udah memang bukan rezeki. Akhirnya berangkat lah aku nganterin berkas pendaftaran di hari Jumat barokah. Ternyata bangunan tempat pusat studi yang aku tuju itu bangunan kuno yang te...